Berita Misi Anak, 25 Januari 2025. 

Ninjin, dari Mongolia.



Anak Misionaris yang Dirundung.

Saat Ninjin berusia 8 tahun, ia dan orang tuanya pindah jauh dari rumah mereka di Mongolia untuk hidup sebagai misionaris di negeri asing.

Ninjin sangat gembira untuk pindah. Ia tidak sabar untuk mendapatkan teman baru. Namun, hari pertama di sekolah barunya terasa berat. Ia tidak mengerti sepatah kata pun yang diucapkan orang lain. Ia hanya duduk di mejanya dan diam. Keesokan harinya, Ninjin memutuskan untuk mendapatkan teman baru. Ia memperkenalkan dirinya kepada anak-anak lain dengan menunjuk dirinya sendiri dan mengucapkan namanya, “Ninjin, Ninjin.” Sebulan berlalu, dan Ninjin sudah bisa berbicara sedikit dengan anak-anak lain. Namun, tampaknya anak-anak lain tidak mau berbicara dengannya.

Suatu hari, guru menyuruh semua anak untuk bergiliran membaca buku pelajaran dengan suara keras. Saat Ninjin mulai membaca, gadis di depannya menoleh dengan wajah marah.

“Kau bicara terlalu keras,” katanya. “Ssst!”

Anak-anak lain terkekeh.

Ninjin tidak mengerti apa yang dikatakan gadis itu. Ketika gilirannya tiba untuk membaca lagi, dia membaca dengan suara keras seperti saat pertama kali.

Gadis itu kembali mengerutkan kening dan mendesis, "Ssst!" Anak-anak lain terkikik. Ninjin tidak mengerti dan terus membaca.

Kemudian gadis itu mengambil sebatang lem dan melemparkannya ke Ninjin. Lem itu mengenai kepalanya, dan anak-anak tertawa. Gadis yang marah itu berdiri dan memukul Ninjin.

Ninjin terkejut. Dia melihat ke arah guru, yang sedang duduk di mejanya. Guru itu sedang melihat buku pelajaran dan tampaknya tidak memperhatikan apa pun.

Ketika Ninjin pulang ke rumah, dia menceritakan apa yang terjadi kepada ibunya. Ibu pergi ke sekolah dan berbicara dengan guru.

Guru tersebut tidak percaya dengan cerita Ninjin. Dia mengatakan bahwa gadis yang duduk di depan Ninjin tidak akan pernah berbuat jahat kepada siapa pun. "Dia gadis yang sangat manis," katanya.

Ninjin menyadari bahwa gurunya tidak akan menolongnya, tetapi dia yakin Tuhan akan menolongnya. Dia memutuskan untuk berdoa.

Beberapa hari kemudian, Ninjin mengganti pakaian sekolahnya sepulang sekolah dan menemukan lem di bagian belakang roknya. Roknya sudah rusak. Dia bertanyatanya bagaimana lem itu bisa menempel di roknya. Ketika ia pergi ke sekolah keesokan harinya, ia menemukan lem kering yang tercecer di kursinya. Dia menyadari bahwa seseorang pasti telah menuangkan lem ke kursinya dan karena itulah lem tersebut menempel di roknya.

Dia memberi tahu ibunya, dan ibunya berbicara dengan kepala sekolah. Kamera keamanan di kelas Ninjin telah merekam semuanya. Ninjin menonton rekaman video tersebut. Rekaman itu menunjukkan Ninjin meninggalkan kelas untuk pergi ke kamar kecil. Rekaman itu menunjukkan beberapa anak perempuan mengoleskan lem ke seluruh kursinya. Ninjin bisa melihat wajah mereka.

Pada saat itu, Ninjin merasa sangat kesepian. Sulit rasanya menjadi anak misionaris di sebuah negara yang tidak ia kenal bahasanya dan tidak ada seorang pun yang mau menjadi temannya. Dia merindukan Mongolia.

Setelah itu, Ninjin tidak ingin pergi ke sekolah lagi. Tetapi dia terpaksa harus pergi. Tidak ada sekolah lain. Ninjin berdoa.

Dua bulan kemudian, ibunya berkata bahwa mereka akan kembali ke Mongolia. Keluarga itu tidak bisa mendapatkan visa baru yang memungkinkan mereka untuk bisa menetap. Keluarga misionaris itu tidak punya pilihan selain pergi. "Ini pasti kehendak Tuhan," kata ayahnya.

Saat ini, Ninjin berusia 12 tahun, dan ia telah memaafkan anak-anak yang mengganggunya.

"Awalnya, saya tidak bisa mengampuni mereka," katanya.

Tetapi kemudian ia teringat akan apa yang Yesus ajarkan tentang pengampunan. Dia berkata, "Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni kesalahan orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu" (Matius 6: 14, 15). Itu berarti Yesus tidak akan mengampuni dosa-dosa siapa pun yang menolak untuk mengampuni orang lain.

"Setelah berbicara dengan Tuhan beberapa kali, saya teringat bahwa Dia telah mengampuni semua dosa saya," kata Ninjin. "Jadi, saya menyadari bahwa saya juga harus mengampuni orangorang yang mengganggu saya."

Dia senang bahwa dia memiliki pengalaman buruk itu. Dia menjadi lebih peka terhadap anak-anak yang diejek karena lebih lemah atau tidak tahu bahasa. Dia dengan lembut menghadapi anak-anak yang tidak baik, dengan mengatakan, "Anak yang kamu ganggu itu juga punya perasaan. Tolonglah bersikap baik."

"Saya sangat bersyukur bahwa Tuhan memberkati saya dengan sekolah dan negara ini dan pengalaman yang Dia berikan kepada saya sebagai anak misionaris," katanya. "Saya hanya bersyukur kepada-Nya bahwa saya memiliki Yesus di samping saya."

Ninjin belajar di Sekolah Tusgal di Ulaanbaatar, Mongolia. Persembahan Sabat Ketiga Belas sebelumnya telah membantu sekolahnya membangun ruang kelas dan perpustakaan. Terima kasih atas Persembahan Sabat Ketiga Belas Anda pada triwulan ini yang akan membantu membuka pusat rekreasi anakanak di Ulaanbaatar.




Bagikan ke Facebook

Bagikan ke WhatsApp