Berita Misi Advent, 28 Juni 2025.
Armi, dari Indonesia.
Minggu lalu: Armi, seorang misionaris yang mengajar anak-anak di sebuah sekolah misi rimba di Papua, Indonesia, melakukan perjalanan selama delapan jam ke atas gunung untuk mengunjungi seorang ibu tunggal yang tidak dapat berjalan setelah jatuh dari pohon tujuh tahun sebelumnya. Dia dan teman misionaris mengatakan kepada ibu tersebut bahwa satu-satunya harapannya adalah kepada Yesus, Sang Tabib Agung. Kemudian Armi dan temannya berdoa memohon agar ada sinyal telepon seluler. Mereka sangat membutuhkan nasihat medis tentang bagaimana cara mengobati kaki ibu itu. Tetapi mereka berada di tengah-tengah hutan pegunungan dan sudah berbulan-bulan tidak mendapatkan sinyal ponsel.
Kemudian keajaiban terjadi. Hanya beberapa hari setelah mengunjungi sang ibu, ponsel Armi berdering ketika dia dan temannya mengunjungi tempat lain yang jauh di Papua, Indonesia. Awalnya, Armi mengira itu adalah alarm ponselnya dan mengabaikannya. Namun, ponselnya terus berdering, sehingga dia mengeluarkannya dari saku dan melihat ada sebuah email yang masuk. Itu berarti dia memiliki akses sinyal ke ponselnya.
Armi segera menundukkan kepalanya dan berdoa, "Tuhan, terima kasih, terima kasih! Tolong bantu saya menghubungi orang yang tepat untuk mendapatkan informasi tentang bagaimana cara mengobati ibu ini."
Armi segera menelusuri kontak teleponnya, khawatir sinyal telepon genggamnya hilang. Kemudian dia menemukan seorang teman yang berprofesi sebagai perawat, dan dia meneleponnya.
Panggilan teleponnya tersambung! Armi menjelaskan situasinya, dan perawat tersebut memberikan saran tentang cara membersihkan luka di lutut kanan ibu itu. Perawat tersebut juga menyarankan agar Armi membawa antibiotik anti-infeksi yang dia miliki di rumahnya di pegunungan dan memberikannya kepada sang ibu.
Panggilan telepon itu hanya berlangsung selama dua menit. Kemudian sinyalnya menghilang. Namun, itu adalah waktu yang cukup untuk menerima nasihat yang sangat berharga.
Selama dua bulan berikutnya, Armi dan temannya mengunjungi ibu itu di gubuk jerami setiap pekan. Mereka selalu membersihkan luka dan memberikan antibiotik untuk melawan infeksi yang menyebabkan lututnya membengkak. Mereka mengajaknya untuk berdoa secara teratur.
"Kepada siapa saya harus berdoa?" tanyanya pertama kali.
"Berdoalah kepada Dia yang bernama Yesus," jawab Armi.
Dia tidak mengenal Yesus, dan Armi memperkenalkannya kepada Yesus melalui cerita-cerita Alkitab. Sambil membersihkan lukanya, dia berbicara tentang bagaimana Yesus telah menyembuhkan orang sakit dan memberikan penglihatan kepada orang buta. Para tetangga datang untuk menonton, dan mereka mendengarkan cerita-cerita itu.
Setelah berminggu-minggu berlalu, pembengkakannya perlahan-lahan mengecil dan lukanya sembuh. Armi dan temannya mengucap syukur kepada Tuhan. Semua yang terjadi di luar kemampuan medis mereka.
Kemudian kedua misionaris itu memiliki tugas di daerah lain di Papua dan tidak dapat mengunjungi ibu itu selama sebulan. Tetapi mereka mengirimkan makanan sehat dan obat-obatan alami kepadanya dengan bantuan anak-anak yang mereka ajarkan di sekolah misi rimba.
Ketika para misionaris akhirnya berhasil mendaki selama delapan jam ke desanya lagi, mereka mendapati ibu itu berdiri di luar gubuk jerami. Armi mulai menangis. Dia tidak bisa memercayai apa yang dilihatnya. Ibu yang sudah tidak bisa berjalan selama tujuh tahun itu berdiri dengan bantuan tongkat di luar gubuknya. Ketika dia dan temannya mendekat, ibu itu menggunakan tongkatnya untuk menghentikan langkahnya ke arah mereka.
Kemudian teman Armi mulai menangis. "Bagaimana ini bisa terjadi?" katanya.
Ketiganya duduk di dalam gubuk. Wajah sang ibu bersinar dengan sukacita saat dia berbicara. "Saya terus berdoa, dan rasa sakitnya hilang," katanya, menggunakan gerakan tangan untuk membantu mereka memahami logatnya. "Saya percaya bahwa itu karena Yesus. Meskipun saya tidak mengerti siapa Dia, saya bersyukur karena Anda telah membawa Dia ke dalam hidup saya."
"Ini bukanlah akhir dari segalanya," jawab Armi. "Jika Ibu percaya bahwa Yesus telah menyembuhkan Ibu, maka Ibu harus terus percaya dan taat kepada-Nya."
Sebulan berlalu, dan ibu itu sudah bisa berjalan tanpa tongkat. Dia tidak sepenuhnya sembuh, tetapi dia dapat melanjutkan kegiatannya secara normal di rumah dan di ladang tempat dia bercocok tanam.
Para tetangga sangat terkejut. Mereka mulai berdoa kepada Yesus bersamanya.
Beberapa saat sebelum Armi menyelesaikan tugasnya sebagai misionaris di Papua, dia bertemu dengan sang ibu untuk terakhir kalinya. Ibu itu bercerita bahwa dia tidak lagi merasa damai dengan cara penyembahan tradisionalnya.
"Bolehkah saya ikut beribadah dengan Anda?" tanyanya.
"Tentu saja boleh, Bu," jawab Armi. "Tetapi gereja kami sangat jauh. Bagaimana Ibu bisa berjalan kaki selama delapan jam?"
"Yesus adalah Dia yang telah menyembuhkan saya," kata ibu. "Saya harus menyembah Dia. Yesus telah menolong saya untuk berjalan lagi, dan saya akan berjalan ke gereja untuk menyembah Dia."
Ibu itu berjalan jauh, dan dia menghadiri kebaktian setiap hari Sabat setelah itu. Dia juga menyekolahkan keempat anaknya di sekolah misi rimba.
Yang mengejutkan Armi, tidak hanya anak-anaknya yang datang ke sekolah, tetapi juga anak-anak lain dari desanya. Para tetangga telah menyaksikan kuasa Yesus, dan mereka ingin anak-anak mereka juga mengenal Dia. "Hal-hal yang mustahil bagi saya tidak mustahil bagi Tuhan," kata Armi. "Saya berdoa agar ibu tetap setia."
Sebagian dari Persembahan Sabat Ketiga Belas hari ini akan disalurkan ke Papua untuk membantu pembangunan ruang kelas, gedung administrasi, perpustakaan, dan auditorium untuk Sekolah Tinggi Teologi Advent Papua. Sekolah tinggi ini pindah ke Nabire setelah kampusnya hancur akibat banjir di daerah lain di Papua pada tahun 2019.
Saat ini, para mahasiswa bertemu di ruang kelas yang dipinjam dari sebuah sekolah tinggi Advent. Persembahan Sabat Ketiga Belas hari ini juga akan mendukung dua proyek di Myanmar sebuah taman kanak-kanak dan pusat pengaruh-dan sebuah klinik kesehatan di Brunei. Terima kasih atas persembahan Anda yang murah hati.