Berita Misi Advent, 21 Juni 2025. 

Armi, dari Indonesia.



Keajaiban Hutan, Bagian 1

Seorang gadis kecil yang sedang belajar di sekolah misi pedalaman bercerita kepada gurunya, Armi, tentang seorang ibu yang tidak bisa berjalan.

Armi tidak datang ke pegunungan Papua, Indonesia, untuk mengobati siapa pun. Dia bukan seorang dokter, dan dia tidak tahu banyak tentang pengobatan. Dia adalah seorang misionaris yang datang ke sekolah misi rimba untuk mengajar anak-anak tentang Yesus, Sang Tabib Agung. Namun hatinya tersentuh ketika mendengar tentang seorang ibu yang tidak bisa berjalan. Dia dan seorang rekan misionaris lainnya memutuskan untuk mendaki gunung selama delapan jam untuk mengunjungi ibu tersebut di desanya yang terpencil.

Armi dan temannya menemukan ibu tersebut di sebuah gubuk jerami yang kecil. Dia menangis kesakitan di atas tempat tidur. Lutut kanannya mengalami luka terbuka dan bengkak.

Armi dan temannya tidak mengerti apa yang dikatakan ibu itu. Dan sebaiknya juga ibu itu tidak mengerti apa yang mereka katakan. Mereka berbicara dengan dialek yang berbeda. Namun, melalui isyarat tangan, sang ibu menjelaskan bahwa dia jatuh dari pohon tujuh tahun sebelumnya dan tidak bisa berjalan sejak saat itu. Desa itu sangat terpencil sehingga dokter dan rumah sakit bukanlah sebuah pilihan. Setelah jatuh, suaminya pergi begitu saja meninggalkannya, sehingga dia harus membesarkan empat orang anak.

Sang ibu sangat senang atas kunjungan tersebut. Dia telah kehilangan semua harapan. Dia menjelaskan bahwa dia menaruh harapan barunya pada Armi dan temannya.

"Tolong bantu saya untuk bisa berjalan lagi," pintanya.

Armi dan temannya melangkah keluar dari gubuk. Mereka harus berdoa kepada Tabib Agung.

"Tuhan, tolong beri kami hikmat," kata Armi. "Tunjukkanlah kepada kami bagaimana cara menolong ibu ini walaupun kami tidak tahu banyak tentang pengobatan."

Kembali ke dalam gubuk, Armi dan temannya dengan hati-hati membersihkan luka itu. Bulir-bulir keringat mulai bercucuran di wajah mereka. Mereka khawatir lukanya semakin parah. Para tetangga berkumpul di gubuk untuk melihat, dan Armi serta temannya benar-benar mulai berkeringat. Mereka bertanya-tanya apakah nyawa mereka terancam dengan para tetangga yang memperhatikan setiap gerak-gerik mereka.

Kemudian Armi berbicara kepada wanita itu tentang Yesus.

"Hanya satu yang dapat menyembuhkanmu," katanya, menggunakan gerakan tangan untuk membantu wanita itu mengerti. "Dia adalah Yesus."

Ibu itu belum pernah mendengar tentang Yesus. Tidak satu pun dari para tetangganya yang pernah mendengar tentang Yesus. Mereka mempraktikkan suatu bentuk mistik.

"Saya tidak tahu apa-apa tentang Yesusmu," kata ibu itu. "Tetapi saya akan menerima siapa pun yang dapat memulihkan kesehatan saya."

Setelah membersihkan luka itu, Armi menawarkan satu-satunya obat alami yang ada di dalam ranselnya: arang dan tablet vitamin C. Dia kemudian mengajak ibu dan para tetangga untuk berdoa. Saat membuka mata, Armi melihat ibu dan para tetangga menangis. Dia panik, bertanya-tanya apa yang terjadi. Para tetangga, yang juga tidak bisa berbahasa daerahnya, menjelaskan bahwa doa tersebut telah menggerakkan hati mereka.

"Rasanya seperti ada yang menerjemahkan doa Anda ke telinga kami," kata salah seorang.

"Kami dapat merasakan kehadiran yang mengelilingi kami ketika Anda berdoa," kata yang lain.

Kemudian Armi menoleh dan melihat wajah ibu tersebut. Wajah itu telah berubah sepenuhnya. Setelah sebelumnya terlihat kesakitan dan penderitaan, kini wajah itu bersinar dengan sukacita dan kedamaian.

Armi berjanji akan kembali minggu depan untuk melihat perkembangannya.

Armi dan temannya mendaki selama delapan jam untuk kembali ke rumah. Sambil mendaki, mereka berdoa. Bagaimana mereka bisa menelepon mendapatkan informasi medis untuk menolong sang ibu? Di mana mereka bisa menemukan sinyal ponsel? Mereka tinggal di pegunungan dan sudah berbulan-bulan tidak mendapatkan sinyal ponsel.

Berdoalah untuk orang-orang yang belum terjangkau di Papua, Indonesia. Sebagian dari Persembahan Sabat Ketiga Belas triwulan ini akan membantu pembangunan ruang kelas, gedung administrasi, perpustakaan, dan sebuah auditorium untuk Sekolah Tinggi Teologi Advent Papua. Sekolah tinggi ini pindah ke Nabire setelah kampus sebelumnya hancur akibat banjir di daerah lain di Papua pada tahun 2019. Saat ini, para siswa bertemu di ruang kelas yang dipinjam di sebuah sekolah tinggi Advent. Terima kasih telah merencanakan Persembahan Sabat Ketiga Belas yang murah hati untuk mendukung perguruan tinggi ini pekan depan. Temukan kelanjutan kisah Armi pekan depan.




Bagikan ke Facebook

Bagikan ke WhatsApp