Berita Misi Advent, 16 Agustus 2025.
Uapahurua, dari Namibia.
Jauh di dalam gurun Namibia, hiduplah satu suku yang sepertinya mereka telah hidup selama ratusan tahun. Suku Himba hidup secara semi-nomaden, berkelana dengan kawanan ternak dan kambing dari satu sumur bor ke sumur bor lainnya untuk memastikan bahwa mereka memiliki air yang cukup selama bulan-bulan musim kemarau yang panjang dan panas. Selama musim hujan yang singkat, keluarga-keluarga kembali ke pemukiman mereka yang terdiri dari tiga atau empat gubuk, yang disebut pondok, untuk menanam jagung agar dapat bertahan hidup sepanjang tahun.
Uapahurua adalah salah satu dari sedikit orang Himba yang telah dibaptis dan bergabung dengan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh. Ia pertama kali mendengar tentang Tuhan melalui program penjangkauan yang diprakarsai oleh Persembahan Sabat Ketiga Belas pada tahun 1993. Berikut ini adalah kisahnya.
Uapahurua adalah seorang remaja Himba pada umumnya. Ia mencuri, berkelahi, dan minum-minum. Ketiga kegiatan tersebut seringkali saling terkait. Dalam memelihara kambing, sapi, dan menanam jagung, orang Himba mandiri dan jarang membutuhkan uang untuk apa pun. Namun, arus uang masuk ke komunitas Himba sebulan sekali ketika para lansia menerima uang pensiun dari pemerintah Namibia. Ketika uang itu tiba, para remaja mendatangi kakek dan nenek mereka untuk meminta uang untuk membeli alkohol. Para pengusaha kecil tahu bahwa uang pensiun telah tiba, dan mereka berkumpul di dekat pondok-pondok Himba untuk menjual alkohol.
Ketika orang-orang mulai minum, perkelahian tak terhindarkan. Uapahurua pernah melihat seorang remaja mabuk mendorong remaja lainnya dan membentak, "Minggir. Saya ingin melewati Anda." Remaja yang didorong itu melawan. Remaja lain ikut bergabung, dan perkelahian dengan pisau pun terjadi.
Ketika uang pensiun tidak tersedia, beberapa remaja terpaksa mencuri.
Uapahurua ingat pernah memergoki beberapa remaja yang sedang menguliti seekor sapi di semak-semak. Dia bertanya kepada mereka, "Sapi siapa ini?"
"Milik kami," jawab seorang pemuda.
"Sapi itu mati dengan sendirinya," tambah yang lain.
Uapahurua melihat lebih dekat sapi itu. Keluarga-keluarga Himba mengenali sapi mereka dengan tanda pisau khusus di telinga. Sapi yang mati itu memiliki bekas sayatan pisau di telinganya.
Pengadilan yang dilakukan oleh para pemimpin Himba menemukan bahwa para pemuda tersebut telah mencuri sapi dan berencana untuk menjual dagingnya untuk membeli alkohol. Para pemuda itu diperintahkan untuk mengganti kerugian pemilik sapi.
Mencuri, berkelahi, dan minum-minum merupakan cara hidup yang biasa bagi Uapahurua ketika seorang pendeta Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh datang ke tempat tinggalnya. Pendeta tersebut menjangkau orang-orang Himba dengan sebuah inisiatif yang sebagian didanai oleh Persembahan Sabat Ketiga Belas tahun 1993.
Pendeta itu membicarakan tentang Tuhan. Uapahurua belum pernah mendengar tentang Tuhan dan ingin tahu lebih banyak.
Pada hari Sabat itu, ia pergi ke kebaktian yang diadakan oleh pendeta di bawah pohon di dekatnya. Seperti kebanyakan orang Himba lainnya, ia tidak pernah bersekolah, dan ia tidak bisa membaca Alkitab untuk dirinya sendiri. Jadi, ia hanya mendengarkan saat pendeta membaca Alkitab. Untuk pertama kalinya ia mendengar tentang Tuhan yang telah menciptakan dunia dan segala isinya, termasuk jagung, kambing, sapi, dan orang-orang Himba.
Setelah beberapa pekan berlalu, sebuah keyakinan muncul di dalam dirinya bahwa ia sedang hidup dengan tidak benar.
Pendeta tidak dapat menemuinya di bawah pohon setiap hari Sabat, sehingga Uapahurua mulai pergi ke gereja Advent di kota terdekat pada hari Sabat tersebut. Ia bangun pagi-pagi sekali di hari Sabat untuk berjalan kaki selama tujuh jam ke kota.
Ketika dia mendengarkan Alkitab, ia mulai tidak suka mencuri. Ia mulai membenci perkelahian. Ia mulai membenci minuman keras. Ia tidak dapat memahami apa yang sedang terjadi. Ia tidak dapat menunjuk satu ayat Alkitab tertentu yang menyentuh hatinya. Yang ia tahu adalah ketika ia mendengarkan Firman Tuhan, ia mulai membenci hal-hal yang bersifat dosa. Ia bertobat dari dosa-dosanya dan dibaptis.
la berumur 23 tahun ketika ia menyerahkan hatinya kepada Tuhan. Hari ini, ia berusia 46 tahun.
Itu bukanlah jalan yang mudah. Godaan untuk kembali ke kehidupan lamanya berlimpah.
"Sulit untuk menjadi seorang Kristen," katanya. "Sulit untuk tidak mencuri, berkelahi, dan minum-minum. Itu adalah bagian dari kehidupan sehari-hari kami di sini."
Persembahan Sabat Ketiga Belas pada tahun 1993 membantu mendanai program penjangkauan bagi orang-orang Himba yang membuat pendeta dapat mengunjungi rumah Uapahurua. Sebagaimana berkat dari persembahan tersebut masih dirasakan oleh keluarga dan komunitas Uapahurua, kontribusi Anda untuk proyek-proyek Sabat Ketiga Belas pada triwulan ini juga dapat, dengan berkat Tuhan, memberikan dampak jangka panjang bagi Namibia dan sekitarnya. Terima kasih atas persembahan Anda pada 27 September.