Triwulan 3 Pelajaran 3, 2025.
Tuhan memang telah memberikan Musa beberapa janji yang kuat tentang apa yang akan Dia lakukan. Meskipun perjumpaan itu pasti telah menyemangati Musa, namun semangatnya mungkin hanya bertahan sebentar, mengingat respon yang diterima dari bangsanya.
Bacalah Keluaran 6: 9-13. Apakah yang terjadi selanjutnya, dan pelajaran apakah yang dapat kita ambil dari kisah ini tentang masa-masa kekecewaan dan perjuangan dalam hidup kita?
Orang Ibrani begitu putus asa dengan kesedihan, penderitaan, dan kerja keras mereka sehingga mereka tidak mendengarkan kata-kata Musa yang meyakinkan mereka bahwa Tuhan akan bertindak untuk memenuhi apa yang Dia janjikan. Mereka telah menunggu begitu lama, dan harapan mereka belum terpenuhi. Mengapa sekarang berbeda? Mereka kehilangan hati dan pengharapan, yang bahkan lebih pahit lagi karena, mungkin untuk pertama kalinya dalam hidup mereka, mereka melihat pengharapan yang nyata akan kelepasan.
Namun, siapa yang tidak pernah berada di tempat yang sama? Siapa yang tidak pernah merasa tertekan, kecewa, tidak puas-bahkan ditinggalkan oleh Tuhan?
Masih ingat kisah Ayub? Bagaimana dengan Asaf, seorang pemazmur yang bergumul dengan pertanyaannya tentang kemakmuran orang fasik dan penderitaan orang benar. Namun, terlepas dari pergumulannya, Asaf memiliki salah satu pengakuan iman yang paling indah: "Tetapi aku tetap di dekat-Mu; Engkau memegang tangan kananku. Dengan nasihat-Mu Engkau menuntun aku, dan kemudian Engkau mengangkat aku ke dalam kemuliaan. Siapa gerangan ada padaku di sorga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi. Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya" (Mzm. 73: 23-26).
Melalui sejarah yang sakral, Tuhan telah meyakinkan umat-Nya bahwa Dia menyertai mereka (Yes. 41: 13; Mat. 28: 20). Dia memberi mereka damai sejahtera-Nya, penghiburan-Nya, dan Dia menguatkan mereka untuk melewati tantangan hidup (Yoh. 14: 27; Yoh. 16: 33; Flp. 4: 6, 7).
Rumus perjanjian, "Aku akan mengangkat kamu menjadi umat-Ku dan aku Aku akan menjadi Allahmu” (Kel. 6: 7), mengekspresikan hubungan intim yang Tuhan ingin miliki dengan umat-Nya.
Pikirkan frasa tersebut, "Aku akan mengangkat kamu menjadi umat-Ku dan aku Aku akan menjadi Allahmu" (Kel. 6: 7). Meskipun konteksnya adalah hubungan, bagaimanakah hal ini berlaku bagi kita masing-masing secara individu, dan bagaimanakah seharusnya hubungan ini dimanifestasikan dalam kehidupan kita sehari-hari? (Lihat juga 2 Kor. 6: 16.)
Pergi Ke Pelajaran:
Sabtu · Minggu · Senin · Selasa · Rabu · Kamis · Jumat