Triwulan 3 Pelajaran 2, 2025.
Ayat Inti: Keluaran 3: 7, 8.
Fokus Pelajaran: Keluaran 3: 1-4: 31.
Pendahuluan: Tuhan menyatakan diri-Nya kepada Musa, memanggilnya untuk menjadi hamba-Nya yang akan membebaskan umat-Nya dari Mesir dan memimpin mereka ke Tanah Perjanjian. Musa merasa kewalahan dengan tugas baru ini dan meminta Tuhan untuk memilih orang lain.
Tema Pelajaran
Dalam pelajaran kita tentang Keluaran 3 dan 4, mari kita garis bawahi satu fakta penting: Ketika Allah memanggil umat-Nya untuk melakukan suatu tugas ter-tentu, Dia juga memperlengkapi dan memampukan mereka untuk melakukannya. Memanggil dan memberdayakan berjalan seiring. Tuhan memberikan karunia-karu-nia rohani dan keterampilan yang dibutuhkan. Kita tidak perlu khawatir, meskipun pekerjaan itu bisa jadi sangat besar dan jauh di luar kemampuan kita. Tuhanlah yang memegang kendali. Kita harus membiarkan Tuhan menjadi Tuhan dalam hidup kita dan sepenuhnya bersandar pada janji-janji-Nya. Kita dapat memercayai Dia. Adalah tanggung jawab kita untuk mengikuti pimpinan-Nya dan taat.
Struktur dari kedua pasal ini, yang berhubungan dengan campur tangan Allah dalam mendukung umat-Nya, dapat dibagi menjadi empat bagian utama:
1. Pertemuan Tuhan dengan Musa (Kel. 3: 1-4: 17), yang terdiri dari pendahuluan dan amanat (Kel. 3: 1-10) dan empat bagian yang membahas dialog antara Tuhan dan Musa: (1) Kel. 3: 11,12; (2) Kel. 3: 13-22; (3) Kel. 4: 1-9; dan (4) Kel. 4: 10-12, dan sebuah penutup: Permohonan terakhir Musa, kemarahan Allah, dan pengutusan Harun kepada Musa untuk membantu (Kel. 4: 13-17).
2. Kembalinya Musa ke Mesir, bersama istri dan kedua putranya, serta jaminan Tuhan kepada Musa akan pertolongan-Nya (Kel. 4: 18-23);
3. Masalah dengan sunat (Kel. 4: 24-26);
4. Pertemuan Musa dengan Harun, para tua-tua, dan akhirnya dengan bangsa Israel (Kel. 4: 27-31).
Tindakan-tindakan Allah yang besar dan dahsyat telah dinantikan. Umat Allah per-caya dan menyembah Allah yang hidup yang akan bekerja untuk penebusan mereka.
Peristiwa yang paling transformatif dalam kehidupan Musa adalah per-jumpaan pribadinya dengan Tuhan selama pengalaman semak yang terbakar. Peristiwa ini secara dramatis mengubah hidupnya. Pada saat peristiwa itu terjadi, dia berusia 80 tahun, dan dia menjalani kehidupan yang memuaskan, stabil, dan kehidupan yang seimbang. Dia menikah, memiliki dua putra, tinggal di Midian, dan berguna bagi Tuhan. Di waktu teduhnya, ketika sedang menggembalakan domba, dia diilhami oleh Tuhan untuk menulis dua kitab dalam Alkitab: Ayub dan Kejadian. Jelas sekali, Musa merasa puas dengan kehidupan keluarganya dan berjalan bersama Tuhan. Kemudian datanglah gangguan yang mengejutkan pada rutinitasnya yang damai dalam kehidupan sehari-hari: Musa melihat semak yang terbakar yang tidak hangus dilalap api yang membakarnya.
Ketika Tuhan menarik perhatian Musa, Dia memberitahukan kepadanya betapa prihatinnya Dia dengan keadaan bangsa Israel di Mesir. Tuhan berbicara tentang kesengsaraan, penindasan, perbudakan, jeritan minta tolong, dan penderitaan mereka. "Aku telah turun untuk melepaskan mereka" (Kel. 3: 8), demikianlah firman Tuhan. Dia menyebut bangsa Israel sebagai "umat-Ku" (Kel. 3: 10) dan ingin membawa umat-Nya ke sebuah tanah yang baru. Kita menyebutnya Tanah Perjanjian karena Tuhan memberikan firman-Nya kepada Abraham, Ishak, dan Yakub bahwa keturunan mereka akan mewarisi Kanaan. Waktunya telah tiba bagi Tuhan untuk bertindak, dan Musa akan menjadi alat yang melaluinya Dia akan menggenapi janji-Nya.
Musa dipanggil oleh Tuhan sendiri untuk kembali ke Mesir, negeri yang ia ting-galkan untuk menyelamatkan hidupnya, 40 tahun sebelumnya (pada tahun 1490 SM). Musa sekarang akan bertemu dengan Firaun Thutmose III (1504-1450 SM), yang secara pribadi dikenalnya sejak ia tumbuh dan tinggal di istana raja. Ibu ang-kat Musa, Hatshepsut, telah meninggal dunia pada tahun 1482 SM. Ketika Tuhan meminta Musa untuk kembali dan bekerja sama dengan-Nya untuk membebaskan bangsa Israel dari Mesir, Dia memberikan dua perintah kepada Musa: "Jadi sekarang. pergilah. Aku akan mengutus engkau kepada Firaun untuk membawa unat-Ku, orang Israel, keluar dari Mesir" (Kel. 3: 10). Dari ayat ini, kita dapat melihat bahwa Tuhan menggunakan dua perintah tegas yang tidak begitu jelas dalam terjemahan modern kita. Allah mengatakan kepada Musa dengan tegas: (1) "Pergilah!"; dan (2) "Bawalah umat-Ku keluar dari Mesir." Drama pemanggilan Musa dengan demikian terbentang.
Empat Alasan Musa dan Empat Janji Allah
1. "Siapakah Aku?" versus "Aku Akan Menyertai Engkau" (Kel. 3: 11, 12).
Ketika Musa mendengar dua perintah ini ("Pergilah!" dan "Bawalah umat-Ku keluar dari Mesir"), pada awalnya ia tidak mau tunduk dan patuh pada perintah terse-but. Musa menggunakan empat strategi untuk membebaskan dirinya dari beban yang sangat besar dari amanat ini. Pertama, dia bersembunyi di balik kerendahan hatinya dan mengajukan sebuah pertanyaan yang luar biasa: "Siapakah aku ini?" Penting bagi kita untuk mengetahui kekurangan dan ketidakmampuan kita untuk melakukan apa yang Tuhan minta untuk kita lakukan. Kekuatan untuk mengikuti kepemimpinan-Nya tidak berada di dalam diri kita tetapi di luar diri kita; kekuatan itu ada di dalam diri kita yang diperlengkapi oleh Allah ketika kita dengan rendah hati mengikuti Dia. Namun, Musa melampaui pengakuan ini untuk mencari jalan keluar dari tuntutan Ilahi.
Sebagai tanggapan, Tuhan meyakinkan Musa bahwa Dia akan menyertainya (frasa yang sama "Aku akan" digunakan dalam ayat 12 dan 14), dan memberinya tanda dengan menyatakan bahwa Musa dan orang Israel akan menyembah Tuhan di gunung ini, Gunung Sinai, tempat di mana mereka sekarang bertemu. Janji ini ber-sifat menyeluruh. Segala sesuatu yang dibutuhkan sudah termasuk dalam kehadiran Tuhan bersama umat-Nya. Motif "Imanuel" ("Allah menyertai kita") adalah janji yang paling penting.
2. "Bagaimana tentang Nama-Nya?" versus "AKU ADALAH AKU" (Kel. 3:13-22).
Musa mengajukan alasan kedua dengan menanyakan arti nama Tuhan YHWH: "Bagaimana tentang nama-Nya?" Kali ini dia bersembunyi di balik ketidaktahuan umat Allah, dengan menyatakan bahwa mereka tidak menge-nal Allah secara pribadi; dengan demikian, bagaimana mungkin mereka dapat mengetahui bahwa Musa adalah pemimpin yang ditunjuk oleh Allah?
Tuhan dengan sabar menjelaskan bahwa Dia adalah Allah yang kekal, pribadi, dan Allah yang sejati. Dia adalah Allah dalam sejarah yang memimpin nenek moyang Israel. Dia adalah Allah Abraham, Ishak, dan Yakub, Allah yang berko-munikasi dengan mereka dan memelihara mereka dalam kasih dan belas kasihan-Nya. Dia adalah Allah yang memberikan janji kepada mereka bahwa Dia akan membawa mereka ke "negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya" (Kel. 3:17), dengan berkat-berkat Allah yang melimpah. Dialah Tuhan. Tuhan orang Ibrani. Tuhan memberi mereka janji bahwa ketika mereka meninggalkan Mesir, mereka tidak akan pergi dengan tangan hampa, tetapi dengan banyak hadiah berharga yang telah ditahan dari mereka selama mereka diperbudak.
3. "Bagaimana Jika Mereka Tidak Percaya Kepadaku dan Tidak Mendengarkan Perkataanku?" versus Tanda-Tanda Ajaib Allah (Kel. 4: 1-9)
Musa melanjutkan keberatannya yang ketiga dengan menunjuk pada kera-guan orang Israel: "Seandainya mereka tidak mau mendengarkan dan percaya kepadaku? Lalu bagaimana?" Sebagai jawaban, Tuhan berkata kepadanya bahwa Dia akan memampukannya melakukan dua mukjizat yang akan menjadi tanda dan bukti nyata bahwa Tuhan telah mengutusnya dan akan membebaskan umat-Nya dari Mesir: (1) Musa akan dapat mengubah tongkatnya menjadi ular dan kembali menjadi tongkat, dan (2) dia akan memasukkan tangannya ke dalam dadanya, mengeluarkan kusta, lalu mengembalikannya untuk disembuhkan.
4. "Aku Ini Tidak Pandai Bicara," (Kel. 4: 10) versus "Aku Akan Menolong Engkau Berbicara" (Kel. 4: 12, NIV).
Alasan keempat Musa untuk tidak pergi ke Mesir sangat sederhana: "Saya bukan pembicara yang baik. Saya tidak pandai berbicara." Musa memohon kepada Tuhan bahwa dia lambat dalam merumuskan argumen dan tidak fasih berbahasa Mesir dan Ibrani.
Maklum, dia tidak menggunakan bahasa Mesir selama empat dekade. Sebagai tanggapan, Allah meyakinkan Musa bahwa Dia akan memberinya kemampuan untuk mengekspresikan sesuatu secara persuasif dan artikulatif karena Dia adalah Sang Pencipta. Dengan demikian, Tuhan akan memberdayakan Musa untuk tugas ini: "Aku akan menolong engkau berbicara [secara harfiah, Aku akan menyertai mulutmu] dan mengajarkan kepadamu apa yang harus kaukatakan" (Kel. 4: 12, NW). (Janji ini mengingatkan kita akan kisah serupa dalam Yeremia 1: 5-8.)
Keluaran 4: 13-17 menjelaskan alasan terakhir Musa dan reaksi Tuhan ter-hadapnya. Musa terpojok. Semua alasannya dibantah dengan kuat oleh Tuhan sendiri. Apa yang harus Musa lakukan? Dia harus dengan jelas mendefinisikan posisinya dengan menjawab panggilan Tuhan, baik dengan ya atau tidak. Yang mengejutkan kita, Musa menolak untuk mengikuti perintah Tuhan, bahkan setelah menerima janji-janji yang luar biasa dari Tuhan. Musa tidak mau pergi: "Utuslah kiranya siapa saja yang patut Kauutus" (Kel. 4: 13).
Sekarang perannya dibalik. Musa tidak hanya menolak perintah Allah, tetapi ia berani memerintah Allah dengan perintahnya sendiri, meskipun ia melunakkannya dengan kata tolong: "Tolong kirimkanlah orang lain." Orang yang seharusnya taat malah memberikan perintah kepada Tuhan. Sungguh sebuah kontradiksi!
Pada saat itu, teks Alkitab menyatakan bahwa "bangkitlah murka TUHAN ter-hadap Musa" (Kel. 4: 14). Namun, Tuhan memberikan solusi: solusi tersebut ada dalam diri Harun, saudara laki-laki Musa, yang "berangkat menjumpai engkau" (Kel. 4: 14). Allah telah mengetahui jawaban negatif Musa sebelumnya dan telah mengutus Harun kepada Musa untuk mendorong mereka bekerja sama dalam memenuhi amanat Allah. Harun akan menjadi "mulut" Musa, yaitu juru bicaranya yang akan menyampaikan firman Tuhan kepada Firaun dan bangsanya. Betapa Tuhan itu penuh kasih dan kemurahan! Dia memberikan solusi ketika kita hanya melihat kegelapan.
Dengan penuh keraguan, Musa mengikuti petunjuk Tuhan. Kita tidak mem-baca jawaban Musa atas solusi Ilahi, tetapi kita menemukan, dalam ayat-ayat berikutnya, bahwa Musa pergi ke Mesir. Sebagai seorang kepala keluarga yang baik, pertama-tama ia berbicara dengan Yitro tentang penunjukan Ilahi ini, dan Yitro mengutusnya ke Mesir dengan persetujuan dan berkatnya. Dengan demi-kian, Musa pun berangkat. Sejak saat itu, segala sesuatunya akan bergerak maju dengan cara yang tak terduga dan tak terantisipasi.
1. Segala sesuatu dalam hidup kita bergantung pada gambaran kita tentang Allah. Siapakah Allah bagi Anda? Bagaimanakah Anda melihat dan memahami kehadiran Allah dalam hidup Anda? Gambaran Tuhan seperti apakah yang Anda kembangkan?
2. Hal yang paling penting bagi Tuhan bukanlah benda, kepemilikan, pencapaian, agenda, atau kinerja, melainkan hubungan. Allah yang hidup adalah Allah yang memiliki hubungan. Hubungan manusia dimulai dengan hubungan vertikal dengan-Nya dan diterjemahkan ke dalam hubungan horizontal dengan sesama. Bagaimanakah perjumpaan Musa dengan Tuhan membuatnya menjadi pribadi yang baru dan seorang pemimpin yang hebat?
3. Panggilan Tuhan dalam hidup kita bagaikan jalan raya yang luas dengan jalan yang berbeda-beda. Biasanya, tugas atau panggilan yang paling berat dalam hidup dapat membantu kita untuk menyadari bahwa tugas atau panggilan inilah yang Tuhan ingin kita lakukan. Tuhan tidak pernah menuntun kita pada jalan yang mudah atau berpusat pada diri sendiri. Dia menginginkan pertumbuhan kita dan apa yang terbaik bagi kita. Firman-Nya memerintahkan kita untuk terus maju, meskipun tugas tersebut mungkin terlihat berat atau di luar kemampuan kita untuk melakukannya. Bagaimanakah Anda dapat mengenali dan memastikan bahwa Anda mengikuti panggilan-Nya dalam hidup Anda?
4. Kita ingin melakukan kehendak Allah sesuai dengan rencana dan visi-Nya bagi kita. Alasan apakah yang Anda ajukan kepada Tuhan yang menghalangi Anda untuk menerima jalan-Nya dalam hidup Anda? Janji-janji Alkitab apakah yang perlu Anda klaim untuk memberikan Anda harapan dan keberanian dalam perjalanan Anda bersama-Nya? Bagaimanakah janji-janji ini mendorong Anda dalam pelayanan Anda kepada orang lain?
Pergi Ke Pelajaran:
Sabtu · Minggu · Senin · Selasa · Rabu · Kamis · Jumat