Triwulan 1 Pelajaran 4, 2025.
Allah Kitab Suci itu penuh kasih sayang dan penuh hasrat, dan emosi Ilahi ini dicontohkan dengan jelas dalam diri Yesus Kristus. Allah bersimpati (bandingkan dengan Yes. 63: 9; Ibr. 4: 15), sangat terpengaruh oleh penderitaan umat-Nya (Hak. 10: 16; Luk. 19: 41), dan bersedia mendengar, menjawab, dan menghibur (Yes. 49: 10, 15; Mat. 9: 36; Mat. 14: 14).
Bacalah 1 Korintus 13: 4-8. Dalam hal apakah ayat ini memanggil kita untuk memantulkankan kasih sayang Allah yang luar biasa dalam hubungan kita dengan orang lain?
Kita rindu menjalin hubungan dengan orang-orang yang memberikan teladan kasih yang diuraikan dalam 1 Korintus 13: 4-8. Namun seberapa seringkah kita berusaha menjadi orang seperti ini terhadap orang lain? Kita tidak bisa membuat diri kita panjang sabar dan baik hati; kita tidak bisa membuat diri kita tidak iri, sombong, kasar, atau mementingkan diri sendiri. Kita tidak dapat menumbuhkan kasih dalam diri kita yang "menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu," dan "tidak berkesudahan" (1 Kor. 13: 7, 8). Kasih yang demikian dapat dihidupkan dalam hidup kita hanya sebagai buah Roh Kudus. Dan puji Allah karena Roh Kudus mencurahkan kasih Allah ke dalam hati mereka yang, karena iman, ada di dalam Kristus Yesus (Rm. 5: 5).
Melalui kasih karunia Allah dan kuasa Roh Kudus, dalam cara praktis apa kita dapat merespons, dan memantulkan, kasih Allah yang sangat emosional, namun selalu benar dan rasional? Pertama, satu-satunya respons yang tepat adalah menyembah Allah yang adalah kasih. Kedua, kita harus merespons kasih Allah dengan secara aktif menunjukkan kasih sayang dan kebajikan kepada orang lain. Kita tidak boleh sekadar merasa senang dengan iman Kristen kita, namun harus termotivasi untuk menyenangkan orang lain. Yang terakhir, kita harus menyadari bahwa kita tidak bisa mengubah hati kita, tetapi hanya Allah yang bisa.
Jadi, marilah kita memohon kepada Allah untuk memberi kita hati yang baru bagi Dia dan orang lain-kasih yang murni dan menyucikan yang meninggikan kebaikan dan membuang sekam dari dalam.
Biarlah doa kita begini, kiranya "Tuhan menjadikan kamu bertambah-tambah dan berkelimpahan dalam kasih seorang terhadap yang lain dan terhadap semua orang .... Kiranya Dia menguatkan hatimu supaya tak bercacat dan kudus di hadapan Allah dan Bapa kita pada waktu kedatangan Yesus, Tuhan kita, dengan semua orang kudus-Nya" (1 Tes. 3: 12, 13).
Mengapa kematian terhadap diri sendiri dan terhadap cinta diri serta kebobrokan hati alamiah kita adalah satu-satunya cara untuk menghidupkan kasih semacam ini? Pilihan apa sajakah yang bisa kita ambil agar bisa mati terhadap diri sendiri?
Pergi Ke Pelajaran:
Sabtu · Minggu · Senin · Selasa · Rabu · Kamis · Jumat