Berita Misi Advent, 8 Maret 2025. 

Jin-seok, dari Korea Selatan.



“Aku Tidak Bisa Hidup seperti Ini!”

Jin-seok berusia 2 tahun ketika ayahnya meninggal. Dia tidak memiliki kenangan tentang ayahnya.

Ayahnya adalah seorang pendeta Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh di Korea Selatan, dan ibunya seorang diri membesarkan Jin-seok dan saudara laki-lakinya. Imannya sama dengan iman Jin-seok, sampai Jin-seok tumbuh menjadi remaja.

Kemudian Jin-seok mulai memikirkan dirinya sendiri, dan dia pun menolak untuk percaya kepada Tuhan. Dia berpikir, "Jika Tuhan itu ada, mengapa Dia membiarkan ayah meninggal?"

Anak laki-laki itu berkata kepada Tuhan, "Jika Engkau ada, Engkau juga bisa membunuhku. Aku tidak bisa hidup seperti ini!"

Ketika berusia 15 tahun, Jin-seok menyatakan bahwa dia sudah muak. Saat ibadah keluarga, ia tiba-tiba berdiri dan merobek Alkitabnya menjadi dua.

"Ibu, jangan menyuruh aku untuk percaya kepada Tuhan," katanya. Dengan demikian, ia berhenti sekolah dan pindah dari rumah.

Selama 10 tahun berikutnya, Jin-seok merokok, mabuk- mabukan, dan bergaul dengan teman-teman duniawi. Dia tidak memiliki Alkitab, dan dia membenci orang Kristen, terutama umat Advent.

Suatu hari, secara tidak sengaja ia berada di kampus sebuah universitas Advent di ibu kota Korea Selatan, Seoul. Dia sedang menemani seorang temannya yang memiliki urusan di Universitas Sahmyook.

Sambil menunggu temannya, dia ingin merokok, tetapi di universitas tersebut tidak diperbolehkan merokok. Jadi, dia mencari tempat di mana dia bisa merokok tanpa ketahuan.

Setelah menemukan sebuah area seperti taman terpencil dengan pepohonan dan semak- semak, ia duduk di bangku dan menyalakan sebatang rokok.

Sambil merokok, dia melihat sekelilingnya dan melihat sebuah ayat Alkitab yang terukir di sebuah batu. Tiba- tiba ia menyadari bahwa ia sedang berada di taman doa di universitas.

Suatu luapan emosi memenuhi hatinya. Ia tidak memiliki kenangan tentang ayahnya, tetapi ia ingat bahwa ayahnya pernah belajar di universitas yang sama untuk menjadi seorang pendeta. Ayah mungkin pernah berdoa di taman doa yang sama.

Kemudian pikiran Jin-seok tertuju pada ibunya. Dia ingat bahwa ibunya sedang sakit keras. Beberapa orang mengatakan kepadanya bahwa ibu akan segera meninggal.

Kesedihan memenuhi hatinya. Ayahnya telah meninggal saat dia berusia 2 tahun, dan sekarang ibunya sedang sekarat di saat dia berusia 25 tahun.

"Saya tidak bisa hidup seperti ini!" serunya.

Kemudian Jin-seok mulai merasa kasihan pada ibunya. Dia berpikir, "Ibu kehilangan suaminya. Dia memiliki dua anak laki-laki, tetapi dia juga kehilangan aku. Aku menghancurkan hatinya, dan sekarang dia hampir meninggal."

Air mata mengalir di pipinya. Di taman doa universitas, dengan sebatang rokok yang menyala di antara jari-jarinya, ia berbicara kepada Tuhan untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun.

"Tuhan, jika Engkau ada, tolonglah aku," katanya.

"Tolonglah ibuku. Jika Engkau melakukannya, aku akan menyerahkan hatiku kepada-Mu. Aku akan memberikan hidupku kepada-Mu."

Tidak lama setelah doa itu, ibunya sembuh, dan Jin-seok menepati janjinya. Dia menjadi seorang pendeta seperti ayahnya. Dia lulus dari Universitas Sahmyook seperti ayahnya.

Ibu sangat senang! Namun, kisahnya tidak berhenti sampai di situ. Jin-seok menikah, memiliki seorang anak perempuan, dan sekarang membantu membesarkan empat anak laki- laki dari keluarga dengan ibu tunggal. Mengingat bagaimana dia tumbuh tanpa seorang ayah, dia mulai merawat keempat anak laki-laki tersebut dengan dukungan dari anggota gereja yang dia gembalakan di daerah pedesaan Korea Selatan.

Anak laki-laki yang kini telah beranjak remaja itu menjalani kehidupan yang sangat berbeda dengan yang dialami Jin-seok saat seusianya, karena mereka melihat kasih Jin-seok dan mengetahui bahwa mereka memiliki Bapa di surga yang lebih mengasihi mereka. Keempat anak laki-laki itu telah memberikan hati mereka kepada Yesus dalam baptisan.

Jin-seok berharap dapat menyekolahkan mereka di sekolah menengah Advent di Seoul suatu hari nanti. Ia berharap mereka akan menjadi misionaris.

Sudah berlalu hari-hari ketika Jin-seok berseru, "Saya tidak bisa hidup seperti ini!" Ia telah menemukan bahwa hidup bersama Tuhan itu layak untuk dijalani, dan ia menantikan untuk bertemu dengan ayahnya pada saat Yesus datang kembali.

Sebagian dari Persembahan Sabat Ketiga Belas triwulan ini akan disumbangkan ke Hankook Sahmyook Academy, di mana Jin-seok berharap dapat menyekolahkan putra- putra angkatnya, di Seoul, Korea Selatan. Persembahan Anda akan mendukung pembukaan pusat pelatihan misionaris dan pusat olahraga di sekolah tersebut. Terima kasih telah merencanakan persembahan yang murah hati pada tanggal 29 Maret.




Bagikan ke Facebook

Bagikan ke WhatsApp